Laman

Minggu, 24 Maret 2019

Tentang Pekerjaan dan Kehidupan Baru

Sebagai orang yang menganut prinsip 'Nggak boleh ada di zona nyaman terlalu lama', gue selalu berusaha membuat diri gue berani untuk mengambil keputusan berani dan berisiko. Gue percaya, terlalu lama berada di 'posisi nyaman' akan membuat seseorang nggak bisa berkembang. Ya, setidaknya itu berlaku buat diri gue sendiri. Ada banyak keputusan yang gue ambil beberapa waktu ini, salah satunya soal kerjaan baru.

As you might know, gue kerja di Facetofeet hampir tiga tahun, sampai akhirnya gue memutuskan untuk resign. Beberapa bulan sebelum resign, gue merasa sangat nyaman ada di sana. Pertama, punya atasan yang santai banget. Nggak seperti atasan pada umumnya. Izin apa-apa gampang. Meskipun gitu, gue berusaha menjaga kepercayaan dia dengan tidak melakukan kesalahan.

Trus alasan ke dua, pekerjaan yang gue kerjakan sesuai dengan bidang yang gue suka dan gue bisa. Hampir nggak ada hambatan atau keluhan yang gue alami soal kerjaan. Lalu, teman kantor yang udah kayak keluarga. Meskipun ada aja yang nyebelin, tapi anak-anak kantor Facetofeet udah gue anggap kayak sodara.

Teman Kantor Facetofeet
Ditambah lagi jarak rumah ke kantor yang semakin dekat, trus juga jam kantor yang fleksibel, dapat katering kantor, dan relasi brand yang sudah semakin banyak. Gue selalu dapat barang gratisan dari brand yang dikirim buat gue pribadi. Di saat itu, gue melihat diri gue berada pada zona yang benar-benar nyaman.

Gue sempat kepikiran, kalo one day gue menikah dan punya anak, Facetofeet would be the perfect place to work! Tapi gue sadar, pemikiran gue ini salah karena gue merasa diri gue yang sudah terlalu nyaman ini membuat gue nggak berkembang dan stuck pada satu titik. Bahkan hal itu sempat bikin gue takut untuk memulai sesuatu dari awal lagi.

Dan pada akhirnya, Beauty Journal, tempat gue bekerja sekarang, buka lowongan. Sebenarnya gue nggak begitu niat sih mau ngelamar, tapi gue beraniin diri buat coba dan sampai akhirnya gue beneran diterima. Sejujurnya berat banget dan sedih meninggalkan Facetofeet. Gue merasa bahwa Facetofeet sudah menjadi bagian dari perkembangan diri gue. I grew up with them.

The old team Facetofeet

Yah walaupun gue agak kecewa karena atasan gue not even asked about the reason I left, tapi kenangan bareng teman-teman yang pada akhirnya jadi keluarga bikin gue nggak bisa berhenti nangis pas hari terakhir. Gue bakalan kangen banget sama celetukan anak-anak, nyanyi-nyanyi lagu Korea, dan juga ngerumpi di jam kerja. And that's what I miss most :(

Now, here I am. Gue sudah empat bulan bersama perusahaan baru yang jauh lebih besar. Gue merasa bersyukur bisa bekerja dengan tim yang lebih besar, ruang lingkup yang lebih luas, dan kesempatan untuk mendapatkan ilmu baru lagi. Dan gue mendapatkan itu semua di Beauty Journal. Nggak bohong juga, tentunya salary yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Tapi kenapa gue belum merasa nyaman di Beauty Journal. Gue merasa belum menjadi bagian perusahaan ini sepenuhnya. Apalagi dengan kebijakan baru yang belum bisa gue pahami. Dan di waktu gue menulis ini, gue lagi nggak pingin sama sekali inget kantor. Nggak tau kenapa, kalo inget suasana kantor, gue seketika pingin nangis aja. Rasanya tuh kayak salah langkah gitu.

Tim Beauty Journal (walaupun ini pas lagi farewell)

Pun gue kerja bareng temen deket gue sendiri, satu tim pula. Tapi gue tidak menemukan alasan untuk merasa nyaman dengan tempat baru ini. Apalagi belum lama ini ada sesuatu yang tidak mengenakkan terjadi. Masalah liputan luar negeri, di mana sebenernya nama gue yang diundang, tapi justru yang berangkat bukan gue.

Mungkin itu hal sepele, tapi gue merasa hal itu bikin gue patah semangat untuk berjuang. Bikin gue merasa tidak ikut 'memiliki' perusahaan ini. Gue jadi males ketemu semua orang di kantor. Nggak pingin ngomong sama siapa pun. Kerja jadi kayak robot; yang penting dapet uang tiap bulan buat hidup. Nggak lagi pakai hati.

Entahlah sampai kapan ini terjadi sama gue. Mungkin ini hanya masalah waktu atau mungkin juga gue yang belum bisa beradaptasi sepenuhnya, begitu pikir gue. Semoga aja sih ke depannya gue akan menemukan alasan lain untuk bisa merasa memiliki perusahaan ini dengan sepenuh hati. Gue nggak bisa kerja kalau nggak pakai hati, karena gue yakin kalau kerja dengan ikhlas akan membuat hidup lebih berkah. Yah, semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.